 |
| Saya Cinta KUKAR |
Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.630,10 Km persegi dengan 15% wilayahnya adalah daerah perairan. Secara administratif, Kabupaten Kutai Kartanegara terbagi menjadi 18 kecamatan dan 237 desa/kelurahan. Dengan pertumbuhan penduduk 3,92% per tahun. Penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 547.422jiwa (sesnsus penduduk tahun 2005) dan 626.286 jiwa (sensus penduduk tahun 2010), dengan pertambahan penduduk setiap lima tahun dari tahun 2005 sebesar 14%.
Melihat data tersebut, Kukar merupakan kabupaten yang tidak terlalu padat penduduk, hanya berkisar 22,97 jiwa per km persegi. Seharusnya pemerintah Kukar tidak begitu kesulitan dalam merealisasikan penggunaan APBD. Pada tahun 2014 pemerintah Kukar menetapkan APBD sebesar Rp. 7.603.346.442.090 (sekitar 7,6 triliun rupiah), jika APBD ini kita bagi dengan jumlah penduduk Kukar saat ini maka per orang akan mendapatkan 10,7 juta rupiah. Wooow fantastis bukan?, kabupaten kita ini, berduit banyak, ett tunggu dulu , APBD banyak belum tentu lho menjadi yang terbaik. Saat ini Kabupaten terbaik di indonesia adala Kabupaten Tuban di Jawa Timur (sumber:http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/25/mltdq9-ini-10-kabupaten-dan-kota-daerah-otonom-terbaik). Pada tahun 2014 APBD kabupaten Tuban hanya 1,6 Triliun rupiah atau hanya 21% dari APBD Kukar. Jumlah penduduknya sekira 1,2 juta jiwa. Kukar dengan APBD yang fantastis tidak menjamin menjadi yang terbaik. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana kemampuan yang mengelola APBD itu, dalam hal ini adalah Pemda Kukar itu sendiri. Layakkah mereka digeser dengan orang-orang baru, sehingga kita tidak berfikir liar kemana larinya dana besar itu.
Seharusnya Kukar menjadi kabupaten yang mempunyai rataan pembangunan yang memadai. Infrastruktur saja sekarang masih sering tambal sulam, seolah-olah jadi proyek abadi. Coba kita tarik saja infrastruktur jalan untuk menuju kecamatan di daerah tengah aliran sungai Mahakam, yaitu Kota Bangun. Setiap tahun ada saja proyek perbaikan jalan. Bukan karena belum ada aspal, tetapi kualitas aspal yang digunakan, belum sebulan saja sudah pada rusak. Menurut pengamatan saya, ketika pulang kampung ke Desa Loleng, ketebalan aspal kurang lebih 0,5 cm, padahal standarnya adalah 3 cm, ckckckck.
Sekitar 80 km di arah barat Kota Raja Tenggarong, ada kampung yang jauh tertinggal pembangunan infrastrukturnya, Desa Loleng namanya. Kampung, tempat lahir dan besarku, asri dan masih layak disebut sebagai pedalaman. Tapi kini kampungku, dikepung oleh perkebunan sawit dan tambang batubara, aku tidak bisa meraba apa yang akan terjadi dengan kampungku 20 tahun yang akan datang, seiring dengan gencarnya eksploitasi alam oleh perusahaan-perusahaan orang kaya. Maklum, pendapatan Kukar 77% nya adalah dari sektor pertambangan, tapi kenapa mereka di sana tidak berfikir akan sampai kapan sektor pertambangan mampu menghidupi Kukar.
Seharusnya pemerintah daerah Kukar saat ini sudah memulai mencari solusi alternatif jika sektor tambang mulai lesu. Apakah kita mau menjadi seperti Bangka Belitung yang dalam novel Laskar Pelangi menceritakan dulunya terkenal dengan timahnya, tapi kini seolah-olah tertelan oleh sejarah. Hanya 'orang bodoh' saja yang mau terjun ke lobang, padahal kita tahu itu berbahaya.
Saya selaku salah satu pemuda asli Kutai, memohon kepada pemerintah daerah Kukar, maksimalkan Sumber Daya Manusia Kukar, karena kita berbicara bukan 1-5 tahun ke depan, tetapi berpuluh tahun yang akan datang, sumber daya manusia tidak akan tergusur waktu, tetapi sumber daya alam akan luput.
Salam, Urang Kutai Loleng
