Nasyid Urang Kutai Loleng

Slide Urang Kutai Loleng

Widget Slideshow

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 28 Oktober 2020

4 Kata Bahasa Kutai bermakna Makan


 Tak berbeda banyak dengan bahasa di daerah lain, Bahas Kutai juga memiliki penggunaan kata yang berlainan dalam berbahasa untuk menunjukkan kepada siapa dan dalam kondisi apa berkomunikasi.


Seperti dalam memgungkapkan Makan terhadap seseorang, Bahasa Kutai memiliki tingkatan seperti halnya Kromo Inggil dalam Bahasa Jawa. Uniknya berbeda dengan bahasa jawa yang peruntukkan lebih fokus kepada siapa lawan yang diajak bicara, bahasa Kutai dalam hal ini lebih fokus kepada keduanya, yakni siapa dan dalam kondisi apa dia berbicara, dalam hal ini menunjukkan emosi kemarahan.


Kata Makan adalah kata yang paling halus dan lembut yang digunakan. Umumnya dalam kondisi santai dan kepada orang yang kita tuakan.

 Contoh " Ontal hajje leh mun handek makan, pati besupanan deh" (artinya: Silakan makan, gak usah malu!)

Mbentas, lebih kasar dari Makan. Digunakan pada kondisi sedikit marah disebabkan pelaku buruk anak atau orang yang lebih muda.

Contoh " Gesak hajje tangannya kappit ka kleyak, Mbentas maha lang polah kula ari-ari" (artinya: Kamu bisanya cuma malas-malasan, makan saja kerjaannya setiap hari.)


Mrojek, lebih kasar dari Mbentas. Mrojek berarti makan, namun lebih fokus pada kaifiyat makan, cara makan yang brutal. Ingat kesah Ongo mberi makani anak cucu Pargesi.

Contoh " Mana tuanya saneh side Mrojek anu nde beik, kana karrum tangan beru side nya ngatakkoh." (artinya: biarkan saja mereka makan sesuatu gak halal itu (barang curian,  misalnya), kalo keciduk baru sadar.)


Majoh, inilah puncak dari kemarahan seseorang dalam mengungkapkan makan.


Bagaimana menurutmu? Ada yang tertinggal dalam pembahasan kali ini? Saran dan kritiknya tetap ditunggu.


Salam Urang Kutai Loleng


Selasa, 27 Oktober 2020

Siapa sebenarnya Deloi ?

 


Siapa sih di antara etam yang tidak pernah mendengar kata Deloi? Deloi biasanya ditujukan untuk anak perempuan. Baik itu diucapkan oleh teman sebaya, hingga orang tua sendiri.


Deloi diucapkan tatkala orang merasa jengkel pada seseorang karena hal 'bodoh' yang dilakukan. Misal, seseorang yang menumpahkan minuman di atas parlak atau tikar purun yang susah dibersihkan. Spontan orang di sekitar bersorak, "Deloi nya, blembek kali ranam ka tikkar."


Lantas siapakah sebenernya Deloi? Kenapa seseorang yang berbuat hal "bodoh" seketika disebut Deloi?


Julukan Deloi bukanlah julukan permanen seperti julukan gelar nama yang lazim di masyarakat Kutai, melainkan ucapan spontanitas seseorang sebagai reaksi terhadap kejadian yang berlangsung.


Deloi sendiri adalah tokoh fiksi dari cerita rakyat yang beredar di masyarakat Kutai. Deloi adalah satu dari karakter Kesah Aji Phatu. Deloi adalah istri dari karakter antagonis cerita ini, yaitu Aji Jewa. 


Dalam kisah ini, Aji Phatu digambarkan sebagai orang yang bijak nan cerdik serta sakti mandraguna. Aji Phatu memiliki ibu yang bernama Thani, adik dari Aji Jewa. Itu artinya, Aji Jewa adalah patuan dari Aji Phatu, dalam hal ini Tua nya.


Aji Jewa memiliki karakter yang jenaka, konyol dan pelit. Begitupun dengan istrinya, Deloi yang juga jenaka, polos dan konyol.


Jadi, tahu kan maksudnya kenapa kamu disebut Deloi?

Yuk lestarikan Bahasa Kutai!

Salam Urang Kutai Loleng.

Kamis, 22 Oktober 2020

DEMMAK, Kata yang Hilang

 


Dalam hubungan pergaulan antara anak dan orangtua tak terelakkan hubungan emosi yang kuat selain hubungan pertalian darah. Seringkali dalam bahasa tubuh maupun lisan ada komunikasi khusus yang hanya lingkup mereka saja yang mengerti. Tak terkecuali dalam memanggil, atau menggelari/menjuluki orang tersayang.


Di dalam bahasa Kutai, memanggil/menyebut nama orang tua adalah sesuatu yang tabu dan sangat tidak sopan. Maka dari itu, bahasa Kutai memiliki tatanan tersendiri dalam berkomunikasi, terutama dalam hubungan yang muda dengan yang tua.


Dalam interaksi dengan orang tua pun budaya kutai sangat berhati-hati, agar menimbulkan rasa saling menghargai. Semisal memanggil orang yang lebih tua, Nama orang tersebut diganti dengan julukan lain, misal Busu, Ambok, ataupun Tuwa atau Uwak. Pun demikian terhadap orang tua sendiri. Mamak untuk orang tua yang melahirkan, Bepak untuk sang kepala keluarga. Dalam hal yang lebih kuno dan tradisional misal dipanggil dengan sebutan Demmek untuk Mamak dan Demmak untuk Bepak.


Pada akhir-akhir ini kalimat julukan Demmak untuk kata ganti Bepak sangat langka digunakan, bahkan sudah ditinggalkan. Demmak terasa sangat asing di telinga, dan akan semakin hilang tatkala orang tua tak lagi mengenalkan kata ini pada yang lebih muda.


Selain itu kata Demmak terkesan negatif. Sebab kata ini sering digunakan untuk kata memarahi anak yang nakal dengan meninggikan derajat anak tersebut untuk kemudian 'disindir'. Dalam hal ini sering digunakan untuk kalimat-kalimat Sarkasme. 


Misal, 

Apa ge lang pe'el de Busu nya camia!

Si Demmak ngia nga, telekki hak besohan kau tumpahkan saneh. Rocet kali ngia !


Bagaimana menurut anda fenomena Bahasa Etam yang mulai terlupakan ini? Yok etam lestarikan Besa Kutai !


Salam Urang Kutai Loleng.

Selasa, 20 Oktober 2020

Apa itu (be )Panamman ?




Di lingkungan masyarakat terutama yang masih kental dengan aroma kekerabatan semisal di perkampungan, tentu saja kegiatan saling mengunjungi satu sama lain masih terjaga. Dibanding masyarakat di perkotaan besar yang cenderung "selfish", saling bertegur sapa sekedar menanyakan kabar masih lekat di masyarakat perkampungan.


Tak terkecuali di daerah ulu Mahakam, Kota Bangun dan sekitarnya. Ragam komunikasi dengan sesama memiliki banyak alteratif, baik itu berkomunikasi dengan teman sebaya bahkan dengan orang yang lebih tua, atau hanya sekedar menghormati seseorang.


Diantara komunikasi elegan masyarakat perkampungan adalah dengan tidak menyebut secara langsung nama orang yang diajak berbicara. Misal, seseorang tersebut memiliki anak bernama Hafizha. Maka yang disebut bukan lama nama orang tersebut, melainkan dengan sebutan "Mamak Hafizha" atau " Bepak Hafizha". Begitu juga terhadap 'Patuwan' anak tersebut, misal "Uwak Hafizha" atau "Ambok Hafizha".


Di dalam masyarakat Kutai, perilaku dan fenomena seperti ini disebut Be Panamman. Kini, kebiasaan ini mulai terkikis dengan gaya komunikasi yang mulai mengadopsi tanpa filter yang baik terhadap budaya yang kurang baik.